Sebenarnya
secara lengkap, pepatah Jawa ini berbunyi "Wit Gedhang Awoh Pakel"
yang secara harfiah diartikan pohon
pisang berbuah pakel (sejenis mangga yang sangat harum aromanya jika matang
namun agak asam rasanya).
Dalam
kehidupan nyata jelaslah amat mustahil kita temukan ada pohon pisang yang
berbuah pakel. Dari sisi jenis pohon, marga, kelas, dan ordonya saja sudah amat
jauh berbeda. Demikian juga sifat-sifat yang dibawanya.
Kalimat dalam pepatah Jawa tersebut biasanya kemudian disambung dengan anak kalimat yang berbunyi: omong gampang nglakoni angel (omong mudah melaksanakan sulit).
Pepatah ini dalam masyarakat Jawa digunakan untuk menggambarkan betapa mudahnya kebanyakan orang jikalau berbicara atau ngomong, namun begitu sulitnya melaksanakan, mengerjakan, atau mewujudkannya. Pepatah itu dapat juga digunakan untuk menggambarkan betapa sebuah teori begitu mudah diomongkan atau dituliskan namun tidak mudah untuk dipraktekkan. Begitu mudah nasihat, petuah, pepatah, bahkan kotbah diucapkan, namun untuk pelaksanaannya sungguh tidak mudah. Dibutuhkan perjuangan keras untuk mengendalikan semua pancaindra dalam diri manusia untuk dapat mengarah ke pelaksanaan yang dipandang baik dan benar itu.
Kalimat dalam pepatah Jawa tersebut biasanya kemudian disambung dengan anak kalimat yang berbunyi: omong gampang nglakoni angel (omong mudah melaksanakan sulit).
Pepatah ini dalam masyarakat Jawa digunakan untuk menggambarkan betapa mudahnya kebanyakan orang jikalau berbicara atau ngomong, namun begitu sulitnya melaksanakan, mengerjakan, atau mewujudkannya. Pepatah itu dapat juga digunakan untuk menggambarkan betapa sebuah teori begitu mudah diomongkan atau dituliskan namun tidak mudah untuk dipraktekkan. Begitu mudah nasihat, petuah, pepatah, bahkan kotbah diucapkan, namun untuk pelaksanaannya sungguh tidak mudah. Dibutuhkan perjuangan keras untuk mengendalikan semua pancaindra dalam diri manusia untuk dapat mengarah ke pelaksanaan yang dipandang baik dan benar itu.
Mungkin masih
teringat dibenak kita tentang Iklan Anti Korupsi dari Partai Demokrat yang
sering ditayangkan di media elektronik beberapa tahun yang lalu. Di sana
Angelina Sondakh menjadi salah satu bintang iklannya selain Tere, Ibas, dan
Anas Urbaningrum. Tutup telinga dan katakan TIDAK...!!! begitu kira-kira suara
saat Angelina Sondakh berkata TIDAK!!! dengan menggunakan baju warna biru dan
jempol mengacung ke bawah. Iklan dengan durasi 30 detik menegaskan bahwa Angie
benar-benar menutup telinga terhadap korupsi.
Namun kini
pesan iklan tersebut menjadi sangat ironis setelah pada bulan Januari 2013 yang lalu Majelis Hakim Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis berupa hukuman empat tahun enam bulan
penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider kurungan enam bulan kepada anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Angelina Sondakh alias Angie. Hakim menilai, Angie
terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima
pemberian berupa uang senilai total Rp 2,5 miliar dan 1.200.000 dollar Amerika
dari Grup Permai.
Di tengah
banyaknya kritikan, kecaman dan penolakan dari kalangan aktivis dan tokoh agama terhadap
pemberian penghargaan World Statesman Award dari The Appeal of Conscience
Foundation (ACF) kepada Presiden SBY, di sela-sela kunjungannya ke New York, Amerika Serikat akhirnya SBY tetap bersedia menerima penghargaan tersebut di Hotel The Pierre, New York, AS.
Menurut
pimpinan Appeal of Conscience Foundation Rabbi Arthur Schneier, penghargaan
World Statesman Award 2013 diberikan kepada SBY sebagai presiden dari negara
berpenduduk muslim terbesar di dunia yang diakui atas upayanya mengejar
perdamaian. ACF menilai SBY berperan membantu Indonesia berkembang menjadi
masyarakat demokratis dan melawan
ekstrimisme. Penghargaan tersebut diserahkan kepada SBY atas nama masyarakat
Indonesia.
Dalam
pernyataannya SBY menegaskan bahwa tidak ada ruang bagi perilaku tak toleran di
Indonesia. “Kami tidak
akan menoleransi setiap tindakan kekerasan oleh kelompok yang mengatasnamakan
agama. Kami juga tidak akan membiarkan penodaan tempat ibadah agama apa pun
untuk alasan apa pun. Kami juga akan melindungi minoritas dan memastikan tidak
ada yang mengalami diskriminasi. Kami juga akan memastikan siapa pun yang
melanggar hak yang dimiliki kelompok lain akan menghadapi proses hukum,” kata
Presiden SBY (Kompas.com)
“Sebagai
pernyataan atau pidato tentu saja bagus. Tetapi pelaksanaan tidak seperti yang
beliau sampaikan. Saya sangat berharap agar apa yang disampaikan beliau di
Amerika dibuktikan saat dia kembali lagi ke tanah air. Kalau kemudian menjadi
sekadar pidato saja, maka itu tidak punya manfaat sama sekali,” kata Magnis
Suseno.
Pernyataan
SBY yang menyebut tidak ada ruang bagi perilaku intoleran di Indonesia, jelas
Magnis, tidak lebih dari sekadar hisapan jempol tanpa makna. Bagi Magnis,
sesuatu menjadi bermakna apabila benar-benar sesuai kenyataan di tengah-tengah
masyarakat. Kelompok minoritas dilindungi dan tidak diintimidasi. Pelaku
kekerasan terhadap kelompok minoritas ditindak tegas.
Saya sendiri masih mengedepankan untuk bersikap 'positive thinking' menunggu SBY agar konsisten mau membuktikan semua janji dan ucapannya itu.
Hati-hati dengan pepatah ini : "Wit Gedhang Awoh Pakel"
Hati-hati dengan pepatah ini : "Wit Gedhang Awoh Pakel"
JSP/030613
maturnuwun mas
BalasHapussami-sami mas madapurworejo
Hapus